Jumat, 08 Mei 2015

Sekuens

Kepada sepasang bibir penyumbat senyum, meluruhkan segalanya tanpa kata-kata

dengan sisa-sisa hangat dari sebidang dada
debar ikuti ritme langkah
sendat-sendat nafas menderu
hingga berpasrah pada pelukan
peleburan rindu semakin memuncak
lihai jemari yang datang sederhana
menggeliat di epidermis
sepersekian detik abu-abu
impian kemarau meremang
lembab membubuh alir hujan
wajah selintas jauh
dan kau menggantung
pun ku tak dapat bernyanyi lagi

Sebab

pada gubuk mewah perempuan yang tak lagi muda kita pernah bercerita,
sebuah percakapan kita seduh bersama pekat kopi di teras rindu yang telah mereguk pertemuan
Kita tak perlu ingkar pada pahit kehidupan
seperti filosofi secangkir kopi
tak ada hitam yang selamanya bersembunyi
sebelum habis uap secangkir kopi, biar kudekapkan hangat pada gigil pedihmu lebih dulu setelah kepergiannya " Ayah "
Di jalanan yang sampai entah engkau harus lalui
akan selalu ada yang mengiringimu, dengan atau tanpa gandeng tangannya lagi
Aku tahu kau ingin pelukannya, yang mampu meredakan ramai di kepalamu dan debar tak karuan di dada
Untuk benar-benar mencintai, kau tak perlu menyimpan nyeri keluh
Cukup ketulusan yang lapang
Sebab, kenangan kan selalu tetap hidup
Semoga kesehatan selalu alir pada setiap nadi kita.