Sabtu, 03 Mei 2014

Analisis Puisi dengan Pendekatan Historis

PENDEKATAN HISTORIS DALAM PUISI
A.             PENDEKATAN HISTORIS
Sebelum mengapresiasi puisi, sebaiknya kita mengetahui latar belakang dalam puisi tersebut agar dalam proses pengapresiasian puisi dapat berjalan dengan baik. Tentunya pula agar tujuan dan maksud dalam mengapresian puisi dalam tercapai. Dalam mengapresiasi puisi haruslah terlebih dahulu menguasai seluk beluk mengenai puisi tersebut. Memperbanyak pengetahuan tentang puisi merupakan salah satu cara untuk menguasai puisi. Selain itu membacanya berulang-ulang juga dapat membantu agar mempermudah dalam proses pemahaman. Puisi juga dapat dikaji dari sudut-sudut kesejarahannya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari waktu ke waktu puisi di tulis dan selalu di baca orang. Puisi berbeda dan berubah sesuai zaman dan perkembangannya, sesuai dengan pencipta dan pembaca atau penikmat sastra. Oleh karena itu pula pentingnya pendekatan historis dalam pengapresiasian puisi. Dalam memahami proses historisnya banyak hal yang dapat kita ketahui, baik dari segi kehidupan penulis, latar dan zaman pada masa penulisnya itu sendiri. Dalam kegiatan mengapresiasi puisi unsur-unsur kesejarahan dalam puisi, pendekatan yang dapat kita lakukan yaitu dengan pendekatan historis.
Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada pemahaman  pemahaman tentang biografi pengarang, peristiwa yang melatarbelakangi terwujudnya karya sastra serta perkembangan kehidupan penciptaan sastra itu sendiri dari zaman ke zaman. Pemahaman yang baik terhadap puisi akan diperoleh dengan melakukan pendekatan historis. Dengan pemahaman tersebut pula dapat membantu dalam proses pengapresiasian puisi.
Dalam mengapreasiasi sastra dengan pendekatan historis terdapat ciri-ciri antara lain:
a)       Berusaha memahami biografi pengarang.
b)       Berusaha memahami peristiwa sejarah yang melatarbelakangi terwujudnya puisi.
c)       Berusaha memahami perkembangan puisi pada suatu jaman.

B.              UNSUR-UNSUR KESEJARAN DALAM PUISI
1.           Pengertian Unsur Kesejarahan
Unsur-unsur kesejarahan suatu puisi merupakan unsur-unsur yang bersangkutan atau melatarbelakangi lahirnya suatu puisi. Unsur-unsur tersebut dapat berupa peristiwa-peristiwa kesejarahan, kehidupan pengarang beserta segala pemikirannya, serta perkembangan dan pandangan suatu zaman terhadap karya sastra, termasuk didalamnya puisi. 
Pemahaman unsur-unsur kesejarahan puisi sangatlah penting, terutama untuk mengetahui sejarah dibuatnya puisi tersebut. Adapun cara memahami puisi dengan pedekatan pemahaman unsur-unsur kesejarahan suatu puisi disebut pendekatan historis.
2.         Hubungan Antara Peristiwa Kesejarahan Dengan Gagasan dalam Suatu Puisi
Salah satu jalan mengapresiasi puisi adalah dengan cara memahami peristiwa-peristiwa kesejarahan yang melatarbelakanginya. Hal ini dimaksudkan agar pengapresiasian puisi dapat lebih mendalam dan sesuai dengan gagasan atau maksud penulisan puisi tersebut oleh sang penulis. 
Peristiwa kesejarahan dengan gagasan yang terdapat suatu puisi memiliki hubungan timbal balik. Dengan kata lain, puisi dapat mengambil gagasan atau pokok pikiran tentang masalah kehidupan suatu negara, suatu bangsa, dan masalah politik pada suatu masa tertentu. Sedangkan disisi lain, puisi mampu menggambarkan kembali peristiwa tersebut serta mampu mengabadikannya untuk masa kemudian.
Terdapat langkah-langkah yang harus dilalui didalam memahami unsur kesejarahan puisi, diantaranya :
Ø  Memahami tahun, tanggal, atau bulan pembuatan puisi
Ø  Peristiwa apa yang terjadi pada tahun itu
Ø  Memahami peranan penyair dalam tahun itu
Ø  Membaca puisi secara keseluruhan
Ø  Menghubungkan peristiwa kesejarahan tersebut dengan gagasan dalam puisi

3.         Hubungan Kehidupan Pengarang dengan Gagasan dalam Puisi
Puisi merupakan buah cipta dari para pengarangnya. Oleh karena itu akan terdapat hubungan yang sangat erat antara kehidupan seorang penyair dengan gagasan yang terkandung dalam puisi yang diciptakannya. Hal ini dimungkinkan karena apa yang dituangkan seorang penyair dalam sebuah puisi tentu saja telah melewati proses pemikiran, perasaan dan menyentuh nilai-nilai yang diyakininya sebagai seorang pribadi, sekalipun memang tidak semua puisi identik dengan kehidupan dan karakter penyairnya, karena puisi mampu mencangkup dan menggambarkan sesuatu yang sangat luas.
4.          Hubungan Penciptaan Puisi dengan Pandangan Kesusastraan Pada Suatu Zaman
Pandangan kesastraan pada suatu zaman, sangat mempengaruhi ide, gagasan dalam penciptaan suatu puisi. Hal ini dapat dilihat dari adanya penamaan angkatan-angkatan seperti pujangga baru, angkatan 66 angkatan 70 an, dimana setiap angkatan memiliki puisi dengan ciri-ciri dan karakter tertentu, sebagai reaksi dari pandangan kesastraan saat puisi-puisi tersebut dibuat. 
Penciptaan puisi sering kali dipengaruhi oleh pandangan tentang kesastraan pada suatu zaman. Hal ini dibukutikan dengan adanya perbedaan antra puisi yang diciptakan oleh Angkatan Pujangga Baru dengan puisi para sastrawan Angkatan ’45. Sutardji Calzoum Bachri merupakan Angkatang Pujangga baru yang lebih dikenal dengan sifat romantik. Angkatan Pujangga Baru lebih mengutamakan kedalaman rasa karena bagi mereka puisi harus diciptkan dari rasa gemuruh yang paling dalam. Sikap romatik tersebut juga tercermin dalam dalam mewujudkan gagasan penyair sehubungan dengan masalah hidup dan kehidupan.

JEMBATAN
Oleh  : Sutardji Calzoum Bachri

Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata bangsa.
Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.

Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
jalanan yangberdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit
mengucap
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu !
Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan
mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan
tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
di antara kita ?
Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot
linu mengerang mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati
dipijak ketidak pedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu
mengucapkan kibarnnya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami.



BIOGRAFI SUTARDJI CALZOUM BACHRI
Pria kelahiran 24 Juni 1941 ini digelari ‘presiden penyair Indonesia’. Menurut para seniman di Riau, kemampuan Soetardji laksana rajawali di langit, paus di laut yang bergelombang, kucing yang mencabik-cabik dalam dunia sastra Indonesia yang sempat membeku dan membisu setelah Chairil Anwar pergi.
Sutardji Calzoum Bachri (lahir 1941 di Riau) adalah pujangga Indonesia terkemuka. Setelah lulus SMA Sutardji Calzoum Bachri melanjutkan studinya ke Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada mulanya Sutardji Calzoum Bachri mulai menulis dalam surat kabar dan mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknyai dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Dari sajak-sajaknya itu Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian.
Pada musim panas 1974, Sutardji Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam. Kemudian ia mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975. Sutardji juga memperkenalkan cara baru yang unik dan memikat dalam pembacaan puisi di Indonesia.
Kalau berbicara soal gaya dan pembawaan bersajak, Sutardji tetaplah Sutardji. Edan, namun bermakna dalam. ”Setiap orang harus membuat sidik jarinya sendiri, karakternya sendiri. Biar tak tenggelam dan bisa memberi warna,” kata pengklaim diri Presiden Penyair Indonesia ini.
Gayanya yang jumpalitan di atas panggung, bahkan berpuisi sambil tiduran dan tengkurap, seperti telah menempel menjadi trade mark Sutardji. ”Aku tak pernah main-main sewaktu membikin sajak, aku serius. Tapi, ketika tampil aku berusaha apa adanya, santai namun memiliki arti,” katanya.
Kronologis Hidup dan Kesenimanan
·        1941 Juni : Lahir di Rengat, Riau.
·        1947 : Masuk sekolah rakyat dan selesai tahun 1953 di Bengkalis-Pekanbaru
·        1956 :Menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama Negeri di Tanjungpinang, Riau - Kuliah di Fakultas sastra Inggris Universitas Padjadjajaran Bandung selama satu tahun di Fakultas Sosial Poitik Jurusan Administrasi. Universitas Padjadjajaran Bandung sampai Doktoral II namun tidak menyelesaikan skripsi kesarjanaan karena sudah tertarik denganpenulisan kreatif.
·        1970an Kumpulan puisi O di terbitkan oleh Yayasan Indonesia.
Kumpulan puisi amuk diterbitkan oleh Yayasan Karyawan Taman Ismail Marzuki
 Hadiah buku terbaik Dewan Kesenian Jakarta namun Sutardji menolaknya karena penjuriannya dianggap tidak  serius.
·        1973 :Mengeluarkan kredo kepenyairan yang ingin melepaskan kata dan beban penyampaian makna.
·         1974 Mengikuti International Poetry Reading Rotterdam. Oktober sampai dengan April 1975 mengikuti International Creative Writing Program Lowa City,USA.
·        1979 Menerima Anugrah Sastra Asia Tenggara (South East Asia Write Award) dan satu srikit Thailand. Menerima penghargaan Sastra Kabupaten Kepulauan Riau oleh Bupati Kepulauan Riau.
·        1980 Antologi 0, Amuk, Kapak buku dari tiga kumpulan puisi, penerbit Puasa Sinar Harapan Jakarta.
·         1982 November, menikah dengan Meriam Linda dan memperoleh seorang anak Mila Seraiwangi
·        1990an Menerima Anugrah Seni Pemerintah Republik Indonesia oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Menerima Anugrah Sastra Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Jakarta
·        .1998 Menenima Anugrah Sastra Dewan Kesenian Jakarta.
·        1999 Sampai sekarang mengasuh rubric budaya bulanan ?Bentara? di Harian Kompas dan redaktur senior Majalah Sastra Honison
·        2001 Buku kumpulan cenita Pendek ?Hujan Menulis Ayam? diterbitkan oleh Indonesiatera
Selain itu Sutadji Calzoum Bachri sering diundang membacakan sajak-sajaknya dibeberapa kota dunia dan membawa nama Riau dalam setiap pembacaan puisinya antara Lain di Rotterdam Belanda, Lowa City USA, Medeliin Colombia, Singapura dan Kuala Lumpur Malaysia.
·        Sekarang Sutardji Calzoum Bachri menetap di Jakarta dan tunak mengabdikan diri pada dunia seni.

LATAR BELAKANG TERCIPTANYA PUISI “ JEMBATAN ”
Pengalaman nyata Sutardji ini didapat di Jakarta, karena identik dengan keramaian bisa kota dan jua etalase-etalase indah di berbagai plaza. Maka dari itu, pengalamannya didapatkan di kota besar, dan kemungkinan di Jakarta. Ketidaksempurnaan apa yang melekat dalam rakyat Indonesia? Ialah ketidaksempurnaan yang bukan datang dari diri sendiri, tapi dari luar. Bisa saja, orang-orang yang sedang berjuang, berdesakan dan bersaing sebenarnya dibohongi oleh pemerintah. Rakyat-rakyat jelata berusaha sekuat tenaga bekerja mencari uang, tapi sebenarnya mereka hanya budak kapitalisme.
Dalam puisi ini, Sutardji tidak mementingkan permainan kata yang diotak-atik sehingga terkesan bagus dan memiliki daya sastra yang luar biasa. Sutardji hanya menggunakan kata-kata apa adanya. Seperti dalam bait kedua dari puisi tersebut, waktu Sutardji seakan-akan sedang berjalan-jalan dan meliihat-lihat wajah yang kian banyak. Kata-katanya dalam pengalaman  menemui banyak wajah itu, seperti kata-kata yang menampilkan apa adanya.
Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata
 bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
 dalam ewuh pekewuh dalam isyarat dan kilah tanpa makna.
Sutardji membuat sajak yang isinya malah tak percaya lagi pada sajak yang dapat menampung air mata bangsa. Dia membuat sajak dari kata-kata, yang isinya malah melemahkan kekuatan sajak dan kata-kata itu sendiri. Dalam bait pertama ini, Sutardji sudah memulainya dengan hal yang puncak. Artinya, sebenarnya bait awal ini merupakan sebuah proses dari hal yang sangat panjang. Proses perjalanan Sutardji sebagai penyair yang memainkan kata-kata, dan ternyata dia malah menemukan hasil yang meruntuhkan dirinya sendiri sebagai penyair. Dia sadar bahwa selama ini sajak-sajak yang telah ia buat, dan bahkan segala sajak yang telah dibuat oleh tiap penyair tentang bangsa, semuanya omong kosong. Tidak ada yang benar benar bisa menampung air mata bangsa. Bait pertama ini adalah sebuah hasil dari perjalanan yang panjangnya sebagai penyair.
Pada bait kedua kesedihannya karena putus asa dalam kata-kata tentang Indonesia malah ditambah dalam pengalaman yang nyata dalam Indonesia. Coba lihat dalam bait kedua, wajah-wajah seperti apa yang Sutardji temui. Sutardji selalu menemui wajah-wajah yang tidak bahagia, yang penuh dengan derita dan siksa. Itulah sebenarnya pengalaman mata hati yang Sutardji temui.

PERKEMBANGAN PUISI “ JEMBATAN ” PADA ZAMAN
Puisi ini dibuat pada tahun 1998. Berarti sudah 14 tahun yang lalu. Tetapi menurut saya puisi ini tetap actual sampai sekarang. Bukan dari sudut pandang waktu yang memakannya, tapi dari isi permasalahan yang puisi ini bawa. Isi puisi ini masih aktual sampai sekarang. Karena dalam puisi ini mempermasalahkan tentang beberapa hal. Pertama tentang sajak dan kata-kata yang dipakai segala penyair dari dulu sampai sekarang untuk menggambarkan permasalahan bangsa. Kemudian tentang kondisi rakyat Indonesia. Kemudian tentang permasalahan kesatuan rakyat Indonesia. Dan akhirnya tentang orang yang dapat menjaga kesatuan Indonesia.
Pada permasalahan yang pertama, Sutardji menggambarkan ketidakpuasan dan keputusasaan terhadap kata-kata dan sajak yang ingin menampung air mata bangsa. Sungguh, sangat banyak sajak-sajak dan puisi yang berusaha menampung air mata. Bahkan seperti puisi dari chairil anwar, sapardi joko damono, wiji tukul, ws rendra dan lainnya. Banyak sekali para sastrawan yang mencoba menampung air mata bangsa dalam sajaknya, tetapi kata Sutardji malah kata-kata itu sudah tak mungkin bisa menampung air mata bangsa.  Jadi disini, Sutardji mencoba mematahkan segala usaha para penyair dari dulu yang bahkan sudah terkenal. Dan memang, sebanyak-banyaknya kata-kata tentang air mata bangsa, hal itu tak akan mengubah bangsa, bahkan menampung air matanya pun tidak bisa.

Kemudian yang keduanya ialah kondisi masyarakat Indonesia. Masyarakat dalam puisi ini sangat menggambarkan kondisi masyarakat yang sekarang. Tentang orang-orang kecil yang berada dalam kapitalisme yang megah, kesenjangan sosial yang kian meraja lela. Yang kemudian pada akhirnya, seluruh rakyat Indonesia sebenarnya telah lupa bahwa mereka itu satu, satu bangsa. Kelupaan ini sebenarnya terjadi dalam keseharian kita. Kita telah biasa dengan rutinitas, kita sibuk dengan kerjaan dan mengejar impian. Lama kian lama kita telah kehilangan rasa kesatuan sebagai satu warga Negara, tetapi kita tetap satu warga Negara secara yurisdikatif. KTP kita berwarga Negara Indonesia, tapi adakah kita merasa Indonesia? Perasan kesatuan itulah yang sangat ditekankan oleh Sutardji, dan hal perasaan kesatuan Indonesia itu yang memang menjadi hal sangat penting sekarang. Itu adalah salah satu syarat nyata agar Indonesia bisa lebih maju sekarang, bahkan hal itu bila dilupakan terus menerus, Indonesia akan hancur dengan sendirinya. Itulah permasalahan ketiga yang  tetap actual dari dulu sampai sekarang.

Kamis, 01 Mei 2014

maNAMAna

maNAMAna
naMANAma
Mana nama ku
Mana bisa nama ku tak ada
Mana mungkin seperti itu
Mana janji atas nama ku
Mana nama ku
Sedang namamu ada di hatiku
Pat pit put
Tak ku ada
Ku tak ada
Derap langkah semakin jauh
Dan hilang
Namaku tak ada di hatimu

Ratna Sari
Bontokapetta, 01 Mei 2014
Puisi yang membingungkan, semenjak Aku mulai ragu dengannya