Senin, 28 Juli 2014

Mamak Bapak

Matahari mulai merendah tanda senja akan kembali menghampiri, masih dengan lagu kesayanganku yang kuputar berulang-ulang di jalanan sepulang silaturahmi dari rumah nenek. Kayaknya kami kemalaman sampai di rumah ( Aku, Ayah, Ibu dan Adik kecilku )
........................................................................................................................

Saat bumi menjamu malam, senja telah merangkak ke peraduannya. Kali ini izinkan Aku bercerita sedikit tentang cerita air mata, tentang kaki yang tak sanggup melangkah, tentang mulut yang tak mampu berkata-kata, ini cerita tentangku si pemuja hujan. Malam ini Aku sedikit bingung menulis huruf-hurufku, haru ini tak hentinya melukis embun di sela mataku.

Mamak Bapak...
hari ini adalah hari yang benar-benar membuatku terisak-isak, khotbah yang di bacakan tadi oleh Pak Ustad sangat menyentuh.
Mamak Bapak...
Mohon Maaf Lahir dan Batin.. Maafkan anakmu perempuanmu ini
aku yang telah betekad ingin mencium kaki ibu dan ayah, belum sempat aku lakukan karena gengsi.

Bapak, selalu berusaha melengkapi kebutuhan-kebutuhanku. mungkin tidak dapat dengan sekejap
...terimakasih... 
Mamak yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi kepasar, guna menyiapkan masakan yang enak untuk anaknya.
Mereka selalu memberikan nasehat yang menghangatkan ulu hatiku yang gigil.
Banyak hal yang dirahasiakan mereka agar anak-anaknya selalu bahagia...

.....................................................................................................................

Bedug telah berbunyi, setelah shalat Id aku segera bergegas keluar mesjid. Rupanya Mamakku telah menunggu di depan pintu mesjid sembari melemparkan senyum kepadaku melihatku berdesak-sesakan keluar mesjid
Aku meraih tangan Mamak
" Mak Aku minta maaf "
seketika air mata mulai berhamburan di pipi Mamak dan Aku mulai terisak dalam pelukannya.
" Ma ma ma maaf mak "

Dan Aku melihat sosok lelaki dengan pakaian serba putih dan sorban merah yang di kalungkan di leher. Yaah itu Bapakku yang berjalan menghampiriku.
Aku semakin terisak Bapak ku lebih dulu meminta maaf, padahal tangannya belum sampai menggenggam tanganku.
" Mohon maaf nak " dengan senyum lepas yang dilontarkan Bapak, membuat gigi putihnya mekar
" saya yang wajib meminta maaf pak "
dengan mencium tangan kanannya, bapak mengelus kepalaku.

tangis ini tak terbendung lagi.
- Rabbighfirolli wali walidayya warhamhuma' kama rabbayani sagira' -

1 komentar:

  1. tulisannya sangat menyentuh, mengingatkanku pada ibu yang jauh disana,
    mama aku kengen..!!!

    BalasHapus